Rasa Aman
“…Barangsiapa mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”
–QS. Al-Hajj [22]: 31
Saat ini dunia usaha di Indonesia sedang mengahadapi badai yang
luas biasa dahsyat, tingkat inflasi yagn tinggi, nilai rupiah yang tidak
menentu, daya beli masyarakat yang merosot tajam, harga-hargaamenjlang tinggi,
dan tidak adanya kepastian hukum. Semua itu adalah pukulan yang asngat
mematikan bagi dunia usaha. Banyak perusahaan yang gulung tikar atau mati suri.
Korban PHK ada di mana-mana. Sebagian besar korban merasa putus asa dan banyak
yang melarikan diri ke narkotik.
Bahkan sungguh mengerikan lagi, saya pernah baca di harian Kompas,
diceritakan ada sebuah keluarga di Amerika beserta istri dan anaknya. Kedua
orang tua ini sama-sama sebagai karyawan di suatu perusahaan. Ketika Amerika
mengalami krisis keuangan yang sangat dahsyat, perusahaan tempat mereka bekerja
itu mengalami krisis keuangan. Akhirnya perusahaan itu mengambil keputusan
dengan melakuan PHK secara besar-besaran. Dan kedua suami istri ini pun ikut
terkena PHK. Ketika dalam kondisi demikian, tidak punya kerjaan dan menganggur,
kedua suami istri ini mengalami stress berat. Mereka merasa bingung untuk
menghidupi kebutuhan keluarga mereka, yang barangkali hanya satu-satunya kerja
di perusahaanlah yang bisa mengatasinya. Ketika mereka di PHK, dalam benak
mereka berarti kebutuhan hidup mereka sudah hancur. Entah bagaimana
ceritanya, akhirnya jalan pintas yang mereka lakukan ternyata suaminya itu
membunuh istrinya, kemudian anaknya, setelah itu ia pun membunuh dirinya
sendiri dengan pistol yang digenggamnya.
Barangkali, itulah gambaran jika orang berprinsip pada yang kurang
tepat. Ketika ada cobaan yang menimpanya, ia seolah-olah gagal total dan
hidupnya akan hancur. Hidupnya tidak aman. Hanya sebagian kecil yang mampu
bangkit kembali, atau minimal bertahan. Usaha atau prestasi mereka memang
hancur, namun prinsip mereka tetap kokoh, dan rasa tenteram tetap mereka
miliki. Mereka mampu melihat dirinya sebagai suatu subyek dan mereka mampu
untuk keluar dari problema diri sendiri.
***
Berprinsip pada sesuatu yang abadi adalah jawaban semua
permasalahan di atas. Konsep ini didukung oleh Stephen R. Covey: Rasa aman kita
berasal dari pengetahuan bahwa, prinsip itu berbeda dengan pusat-pusat lain
yang didasari pada orang atau sesuatu yang selalu dan seketika berubah, prinsip
yang benar tidakalah berubah. Kita dapat memegang prinsip tersebut. Prinsip tidak
bereaksi terhadap apa pun. Prinsip itu kekal. Tidak peduli apa pun yang
terjadi, tidak akan goyah meskipun kehilangan jabatan, harta, orang yang
disayangi, kawan, ataupun penghargaan sekalipun.
Setelah Prince Naseem Hamed petinju besar itu, dikalahkan secara
mutlak oleh Antonio Barera, kemudian ia diwawancarai oleh seorang komentator
TVKO, “Anda adalah petinju yang terbesar, apa pendapat Anda tentang kekalahan
ini?” Spontan dijawab oleh Hamed, “The Greatest (yang terbesar) itu
hanyalah Allah, bukan saya. Saya senang bisa menjalani pertarungan 12 ronde ini
dengan selamat. Muhammad Ali pernah dikalahkan oleh Joe Frazier namun ia bisa
bangkit dan membalas kekalahannya.” (siaran langsung pertandingan tinju Naseem
Hamed vs Antonio Barera, SCTV, 18 April 2001). Kisah pertandingan tragis ini
bisa mengajarkan makna besar di balik kekalahanan Naseem. Yaitu kekuatan mental
tauhid yang dimilikinya, jauh lebih berperan dibandingkan kekuatan fisiknya.
Rasa aman abadi yang ada di dasar hati, yaitu Lâ ilâha illâllâh.
Orang yang berprinsip pada Allah sehingga hatinya merasa aman, “(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Sungguh
kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali." (QS. Al-Baqarah
[2]: 156).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar