Kamis, 29 Maret 2012

Rasa Aman

Rasa Aman

…Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”
–QS. Al-Hajj [22]: 31
Saat ini dunia usaha di Indonesia sedang mengahadapi badai yang luas biasa dahsyat, tingkat inflasi yagn tinggi, nilai rupiah yang tidak menentu, daya beli masyarakat yang merosot tajam, harga-hargaamenjlang tinggi, dan tidak adanya kepastian hukum. Semua itu adalah pukulan yang asngat mematikan bagi dunia usaha. Banyak perusahaan yang gulung tikar atau mati suri. Korban PHK ada di mana-mana. Sebagian besar korban merasa putus asa dan banyak yang melarikan diri ke narkotik.
Bahkan sungguh mengerikan lagi, saya pernah baca di harian Kompas, diceritakan ada sebuah keluarga di Amerika beserta istri dan anaknya. Kedua orang tua ini sama-sama sebagai karyawan di suatu perusahaan. Ketika Amerika mengalami krisis keuangan yang sangat dahsyat, perusahaan tempat mereka bekerja itu mengalami krisis keuangan. Akhirnya perusahaan itu mengambil keputusan dengan melakuan PHK secara besar-besaran. Dan kedua suami istri ini pun ikut terkena PHK. Ketika dalam kondisi demikian, tidak punya kerjaan dan menganggur, kedua suami istri ini mengalami stress berat. Mereka merasa bingung untuk menghidupi kebutuhan keluarga mereka, yang barangkali hanya satu-satunya kerja di perusahaanlah yang bisa mengatasinya. Ketika mereka di PHK, dalam benak mereka berarti kebutuhan hidup mereka sudah hancur. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya jalan pintas yang mereka lakukan ternyata suaminya itu membunuh istrinya, kemudian anaknya, setelah itu ia pun membunuh dirinya sendiri dengan pistol yang digenggamnya.
Barangkali, itulah gambaran jika orang berprinsip pada yang kurang tepat. Ketika ada cobaan yang menimpanya, ia seolah-olah gagal total dan hidupnya akan hancur. Hidupnya tidak aman. Hanya sebagian kecil yang mampu bangkit kembali, atau minimal bertahan. Usaha atau prestasi mereka memang hancur, namun prinsip mereka tetap kokoh, dan rasa tenteram tetap mereka miliki. Mereka mampu melihat dirinya sebagai suatu subyek dan mereka mampu untuk keluar dari problema diri sendiri.
***
Berprinsip pada sesuatu yang abadi adalah jawaban semua permasalahan di atas. Konsep ini didukung oleh Stephen R. Covey: Rasa aman kita berasal dari pengetahuan bahwa, prinsip itu berbeda dengan pusat-pusat lain yang didasari pada orang atau sesuatu yang selalu dan seketika berubah, prinsip yang benar tidakalah berubah. Kita dapat memegang prinsip tersebut. Prinsip tidak bereaksi terhadap apa pun. Prinsip itu kekal. Tidak peduli apa pun yang terjadi, tidak akan goyah meskipun kehilangan jabatan, harta, orang yang disayangi, kawan, ataupun penghargaan sekalipun.
Setelah Prince Naseem Hamed petinju besar itu, dikalahkan secara mutlak oleh Antonio Barera, kemudian ia diwawancarai oleh seorang komentator TVKO, “Anda adalah petinju yang terbesar, apa pendapat Anda tentang kekalahan ini?” Spontan dijawab oleh Hamed, “The Greatest (yang terbesar) itu hanyalah Allah, bukan saya. Saya senang bisa menjalani pertarungan 12 ronde ini dengan selamat. Muhammad Ali pernah dikalahkan oleh Joe Frazier namun ia bisa bangkit dan membalas kekalahannya.” (siaran langsung pertandingan tinju Naseem Hamed vs Antonio Barera, SCTV, 18 April 2001). Kisah pertandingan tragis ini bisa mengajarkan makna besar di balik kekalahanan Naseem. Yaitu kekuatan mental tauhid yang dimilikinya, jauh lebih berperan dibandingkan kekuatan fisiknya. Rasa aman abadi yang ada di dasar hati, yaitu Lâ ilâha illâllâh.
Orang yang berprinsip pada Allah sehingga hatinya merasa aman, “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Sungguh kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali." (QS. Al-Baqarah [2]: 156).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar