Menyadari Kehadiran Tuhan
“Kamu menyembah Tuhan seolah-olah
kamu melihat-Nya, danjika kamu tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”
–Muhammad saw.
Penglihatan dari hati lebih dalam digambarkan dalam kisah berikut:
Syekh Junayd memiliki seorang darwis muda yang angat ia cintai.
Darwis Junayd lainnya, yang lebih tua, menjadi iri. Suatu hari, Junayd menyuruh
para darwis untuk membeli seekor ayam. Masing-masing disuruh menyebelih ayam
itu di tempat yang tak seorang pun dapat melihatnya. Apa pun yang mereka
lakukan, mereka harus kembali paling lambat pada saat matahari terbenam.
Satu persatu para darwis kembali menghadap Junayd, masing-masing
membawa ayam yang telah mereka sembelih. Terakhir, darwis muda itu kembali
dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Para darwis tua tertawa dan saling
berbisik-bisik di antara mereka, bahwa si darwis muda akhirya menunjukkan betpa
bodohnya ia. Ia bahkan tidak dapt menjalankan perintah syekhnya.
Junayd menanyakan masing-masing darwisnya, bagaimana mereka telah
menjalankan perintahnya. Darwis yang kembali pertama kali mengatakan bahwa ia
membawa ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, lalu menyembelih ayam
tersebut. Darwis kedua mengatakan bahwa ia membawa ayam tersebut ke rumahnya,
mengunci pintu, menutup tirai, kemudian masuk ke daslam lemari tertutup, lalu
menyembelihnya. Darwis ketika juga membawa ayam tersebut ke daslam lemari
tertutup, namun ia menutup matanya dengan kain, sehingga ia sendiri bahwakan
tidak dapt melihat proses penyembelihan tersebut. Darwis lainnya pergi ke
daerah gelap, yang terpencil di dalam hutan, untuk menyembelih ayamnya. Darwis
terakhir pergi ke sebuah gua yang gelap gulita.
Akhirnya, sampilah pada giliran si darwis muda. Ia menundukkan
kepalanya dengan malu. Ayamnya masih berkotek di dalam pelukanya. Dengan lirih
ia berkata, “Aku telah membawa ayam ini ke daslam rumah, tapi Tuhan berada di
segala sisi rumah itu. Aku pergi ke tempat paling terpencil di hutan, tetapi
Tuhan tetap ikkut bersamaku. Bahkan, di gua gelap sekalipun, Tuhan berada di
sana. Tidak ada satu tempat pun di mana Tuhan tidak dapat melihatku.” Darwis
muda tersebut memiliki ihsan. Darwis lainnya pun kemudina mengetahui mengapa
syekh mereka mencintainya.
***
Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi, “Ya Muhammad,
apakah ihsân itu?” Beliau menjawab, “Kamu menyembah Tuhan seolah-olah kamu
melihat-Nya, dan jika kamu tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”
Orang-orang beriman melihat Tuhan mereka dengan mata hatinya. Atau,
mereka meyakini di dalam hati bahwa Tuhan melihat mereka. Jika mengetahui bahwa
kita selalu berada di bawah pengawasan Tuhan, jika kita benar-benar merasakan
kehadiran-Nya, maka tidakkah kehidupan kita akan menjadi berbeda?
Penglihatan hati-lebih-dalam adalah penglihatan yang sejati. “Hatinya
tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”
Kearifan sejati datang dari pengatahuan batiniah yang dipadukan
dengan penglihatan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar