Kamis, 29 Maret 2012

Menyadari Kehadiran Tuhan


Menyadari Kehadiran Tuhan
Kamu menyembah Tuhan seolah-olah kamu melihat-Nya, danjika kamu tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
–Muhammad saw.
Penglihatan dari hati lebih dalam digambarkan dalam kisah berikut:
Syekh Junayd memiliki seorang darwis muda yang angat ia cintai. Darwis Junayd lainnya, yang lebih tua, menjadi iri. Suatu hari, Junayd menyuruh para darwis untuk membeli seekor ayam. Masing-masing disuruh menyebelih ayam itu di tempat yang tak seorang pun dapat melihatnya. Apa pun yang mereka lakukan, mereka harus kembali paling lambat pada saat matahari terbenam.
Satu persatu para darwis kembali menghadap Junayd, masing-masing membawa ayam yang telah mereka sembelih. Terakhir, darwis muda itu kembali dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Para darwis tua tertawa dan saling berbisik-bisik di antara mereka, bahwa si darwis muda akhirya menunjukkan betpa bodohnya ia. Ia bahkan tidak dapt menjalankan perintah syekhnya.
Junayd menanyakan masing-masing darwisnya, bagaimana mereka telah menjalankan perintahnya. Darwis yang kembali pertama kali mengatakan bahwa ia membawa ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, lalu menyembelih ayam tersebut. Darwis kedua mengatakan bahwa ia membawa ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, menutup tirai, kemudian masuk ke daslam lemari tertutup, lalu menyembelihnya. Darwis ketika juga membawa ayam tersebut ke daslam lemari tertutup, namun ia menutup matanya dengan kain, sehingga ia sendiri bahwakan tidak dapt melihat proses penyembelihan tersebut. Darwis lainnya pergi ke daerah gelap, yang terpencil di dalam hutan, untuk menyembelih ayamnya. Darwis terakhir pergi ke sebuah gua yang gelap gulita.
Akhirnya, sampilah pada giliran si darwis muda. Ia menundukkan kepalanya dengan malu. Ayamnya masih berkotek di dalam pelukanya. Dengan lirih ia berkata, “Aku telah membawa ayam ini ke daslam rumah, tapi Tuhan berada di segala sisi rumah itu. Aku pergi ke tempat paling terpencil di hutan, tetapi Tuhan tetap ikkut bersamaku. Bahkan, di gua gelap sekalipun, Tuhan berada di sana. Tidak ada satu tempat pun di mana Tuhan tidak dapat melihatku.” Darwis muda tersebut memiliki ihsan. Darwis lainnya pun kemudina mengetahui mengapa syekh mereka mencintainya.
***
Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi, “Ya Muhammad, apakah ihsân itu?” Beliau menjawab, “Kamu menyembah Tuhan seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Orang-orang beriman melihat Tuhan mereka dengan mata hatinya. Atau, mereka meyakini di dalam hati bahwa Tuhan melihat mereka. Jika mengetahui bahwa kita selalu berada di bawah pengawasan Tuhan, jika kita benar-benar merasakan kehadiran-Nya, maka tidakkah kehidupan kita akan menjadi berbeda?
Penglihatan hati-lebih-dalam adalah penglihatan yang sejati. “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”
Kearifan sejati datang dari pengatahuan batiniah yang dipadukan dengan penglihatan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar